FORUM SUKABUMI – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Kabupaten Sukabumi melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan APBD Tahun Anggaran 2024 dalam rapat paripurna penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD, yang digelar Kamis (19/6/2025).
Dalam pandangannya, Fraksi PDIP menyoroti sejumlah persoalan penting mulai dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang dinilai sangat besar, hingga dugaan praktik pungutan liar dalam rekrutmen tenaga kerja.
SILPA Dinilai Rugikan Pembangunan
Fraksi PDIP mengkritisi SILPA tahun 2024 yang tercatat mencapai Rp122,38 miliar. Menurut mereka, angka tersebut menunjukkan rendahnya efisiensi dan keberanian eksekutif dalam mendorong belanja pembangunan yang berdampak langsung ke masyarakat.
“SILPA sebesar itu merupakan kerugian pembangunan. Ini mencerminkan keengganan bergerak secara ekspansif dan indikasi inkompetensi dalam pengelolaan,” tegas juru bicara Fraksi PDIP, Sendi A. Maulana.
BUMD Disorot: Banyak Modal, Minim Hasil
Fraksi juga mempertanyakan kontribusi BUMD terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Mereka menilai, alih-alih menjadi sumber pendapatan, sejumlah BUMD justru menjadi beban karena minimnya hasil meski menyerap penyertaan modal yang besar.
“BUMD seharusnya menjadi ujung tombak PAD, bukan beban. Ini cerminan pengelolaan yang belum kreatif dan tidak efektif,” tambah Sendi.
Dugaan Pungli Rekrutmen Pekerja dan Sektor Pendidikan
Isu ketenagakerjaan juga menjadi perhatian. Fraksi PDIP mengungkap dugaan pungli dalam proses rekrutmen tenaga kerja oleh perusahaan di Kabupaten Sukabumi, dengan nominal berkisar antara Rp5 juta hingga Rp20 juta per orang.
Mereka mendesak pemerintah daerah mengambil sikap tegas terhadap perusahaan yang terbukti melakukan praktik tersebut karena telah menimbulkan keresahan sosial.
Di sektor pendidikan, Fraksi PDIP menyoroti potensi pungutan liar saat tahun ajaran baru seperti studi tour, pembelian seragam, dan LKS. Selain itu, mereka mempertanyakan kepatuhan anggaran pendidikan dan kesehatan terhadap ketentuan mandatory spending.
Masalah Stunting dan Ekonomi Daerah
Fraksi juga mengangkat persoalan lambatnya pembangunan infrastruktur, tingginya angka stunting, dan lesunya ekonomi daerah. Mereka mendorong agar APBD 2025 lebih pro-rakyat, dengan fokus pada dukungan terhadap UMKM, penguatan sektor informal, dan penyediaan dana penyangga fiskal untuk menghadapi potensi krisis ekonomi global.
“Setiap rupiah APBD harus berdampak. Jangan sampai hanya jadi angka di atas kertas tanpa manfaat nyata di lapangan,” tutup Sendi.
Rapat Paripurna ini menjadi bagian penting dari proses evaluasi yang mendalam terhadap kinerja keuangan daerah sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024.***